Pages

Rabu, 10 Juli 2013

Sanksi Administrasi Kepabeanan

Sanksi administrasi yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sanksi administrasi berupa denda pada Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006. Pengenaan sanksi administrasi ditujukan untuk memulihkan hak negara dan untuk menjamin ditaatinya aturan yang secara tegas telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Ada beberapa sanksi administrasi berupa denda dalam undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, diantaranya denda berupa; nilai rupiah tertentu, nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum, persentase tertentu dari bea masuk yang seharusnya dibayar, persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar dan persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

DENDA NILAI RUPIAH TERTENTU

Sanksi administrasi berupa denda nilai rupiah tertentu dikenakan sesuai dengan Pasal 10A ayat (8), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) Undang-Undang.

Contoh:

Pasal 10a ayat (8) ==  Orang yang mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara., setelah memenuhi semua ketentuan tetapi belum mendapat persetujuan pengeluaran dari pejabat bea dan cukai, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

NILAI RUPIAH MINIMUM SAMPAI DENGAN MAKSIMUM

Sanksi administrasi berupa denda nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum sesuai dengan Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (2) dan ayat (3), Pasal 8C ayat (3) dan ayat (4), Pasal 9A ayat (3), dan Pasal 10A ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang.

Besarnya denda yang dinyatakan dalam nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum ditetapkan secara berjenjang dengan ketentuan apabila dalam 6 (enam) bulan terakhir terjadi:
  • 1 (satu) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 1 (satu) kali denda minimum;
  • 2 (dua) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 2 (dua) kali denda minimum;
  • 3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 5 (lima) kali denda minimum;
  • 5 (lima) sampai 6 (enam) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 7 (tujuh) kali denda minimum;
  • lebih dari 6 (enam) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 1 (satu) kali denda maksimum.
Contoh:

Pada tanggal 15 Juli, pengangkut barang impor melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang (Pengangkutan barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat dengan tujuan tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat lainnya), yaitu jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, sehingga berdasarkan Undang-Undang dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Untuk mengenakan sanksi administrasi berupa denda terhadap pengangkut tersebut di atas terlebih dahulu harus dilihat jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut tersebut dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir dihitung sejak tanggal terjadinya pelanggaran terakhir di satu Kantor Pabean tempat dilakukan pemenuhan kewajiban pabean. Dalam kasus ini, kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir adalah waktu antara 16 Januari sampai dengan 15 Juli. Apabila dalam kurun waktu tersebut, pengangkut misalnya melakukan 3 (tiga) kali pelanggaran, maka dikenai denda 5 (lima) kali dari denda minimum, yaitu sebesar Rp 125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah).

PERSENTASE TERTENTU DARI BEA MASUK YANG SEHARUSNYA DIBAYAR

Sanksi administrasi berupa denda persentase tertentu dari bea masuk yang seharusnya dibayar sesuai dengan Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5) dan ayat (6), Pasal 43 ayat (3), dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang.

Contoh:

Pasal 10B ayat (6) == Orang yang tidak melunasi bea masuk atas barang impor sebagaimana dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut undang-undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda  sebesar 10% (sepuluh persen) dari bea masuk yang wajib dilunasi.

PERSENTASE TERTENTU MINIMUM SAMPAI DENGAN MAKSIMUM DARI KEKURANGAN PEMBAYARAN BEA MASUK ATAU BEA KELUAR

Sanksi administrasi berupa denda persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar sesuai dengan Pasal 16 ayat (4), Pasal 17 ayat (4), Pasal 82 ayat (5) dan ayat (6), dan Pasal 86A Undang-Undang.

Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar dengan bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar:
  • sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 100% (seratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar;
  • di atas 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar;
  • di atas 50% (lima puluh persen) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 400% (empat ratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar;
  • di atas 75% (tujuh puluh lima persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 700% (tujuh ratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar; atau
  • di atas 100% (seratus persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 1000% (seribu persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar.
Contoh:

Dalam pemberitahuan pabean atas impor barang, importir membayar bea masuk atas barang yang diimpornya sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) berdasarkan tarif bea masuk sebesar 10% (sepuluh persen) dan nilai pabean atas barang impor tersebut sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Dari hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai ternyata nilai transaksi dari barang bersangkutan adalah sebesar Rp 12.500.000,00 (dua belas juta lima ratus ribu rupiah) sehingga bea masuk yang seharusnya dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga importir kurang membayar bea masuk sebesar Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) atau sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk yang telah dibayar atau Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dibagi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (4) Undang- Undang, atas kesalahan memberitahukan nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk importir dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar. Dalam kasus di atas kekurangan pembayaran bea masuk adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk yang telah dibayar sehingga sanksi administrasi berupa denda yang dikenai terhadap importir adalah l00% (seratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk yaitu sebesar Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

PERSENTASE MINIMUM SAMPAI DENGAN MAKSIMUM DARI BEA MASUK YANG SEHARUSNYA DIBAYAR

Sanksi administrasi berupa denda persentase minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk yang seharusnya dibayar sesuai dengan Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang.

Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk yang seharusnya dibayar ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara bea masuk atas fasilitas yang disalahgunakan dengan total bea masuk yang mendapat fasilitas dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk :
  • sampai dengan 20% (dua puluh persen), dikenai denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar;
  • di atas 20% (dua puluh persen) sampai dengan 40% (empat puluh persen), dikenai denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar;
  • di atas 40% (empat puluh persen) sampai dengan 60% (enam puluh persen), dikenai denda sebesar 300% (tiga ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar;
  • di atas 60% (enam puluh persen) sampai dengan 80% (delapan puluh persen), dikenai denda sebesar 400% (empat ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar; atau
  • di atas 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen), dikenai denda sebesar 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
Yang dimaksud dengan “Bea Masuk Yang Seharusnya Dibayar” (BMSDB) adalah jumlah bea masuk yang dibebaskan atau diberikan keringanan.

Contoh:

Dalam pemberitahuan pabean atas impor barang, importir mengimpor 15 (lima belas) unit barang “Z” dengan harga CIF USD 20,00 per unit. Terhadap barang “Z” tersebut dikenai bea masuk sebesar 15% (lima belas persen). Importir mengajukan permohonan keringanan bea masuk dan mendapatkan keringanan bea masuk sehingga tarif akhir menjadi 5% (lima persen).

Dari hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai ternyata importir memperjualbelikan 5 (lima) unit barang “Z” tersebut. Pada saat importasi, nilai dasar perhitungan bea masuk (NDPBM) USD 1,00 = Rp 10.000,00. Adapun perhitungan sanksi administrasi berupa denda adalah sebagai berikut :

  • Impor 15 unit @ CIF USD 20,00 = CIF USD 300,00
  • NDPBM USD 1,00 = Rp 10.000,00
  • Nilai pabean = 15 x USD 20,00 x Rp 10.000,00 = Rp 3.000.000,00
  • BM tanpa fasilitas = 15% x Rp 3.000.000,00 = Rp 450.000,00
  • BM mendapat fasilitas keringanan menjadi 5% = 5% x Rp 3.000.000,00= Rp 150.000,00
  • Total BM yg mendapat fasilitas keringanan BM = Rp 450.000,00 – Rp 150.000,00 = Rp 300.000,00
  • Terjadi penyalahgunaan 5 unit @ CIF USD 20,00 = CIF USD 100 = Rp 1.000.000,00
  • BM tanpa fasilitas = 15% x Rp 1.000.000,00 = Rp 150.000,00
  • BM mendapat fasilitas keringanan menjadi 5% = 5% x Rp 1.000.000,00 = Rp 50.000,00
  • Total BM yg mendapat fasilitas keringanan BM = Rp 150.000,00 – Rp 50.000,00 = Rp 100.000,00

Perhitungan Interval Denda (PID) :
(BM fasilitas yg disalahgunakan : Total BM yg mendapat fasilitas) x 100% = X
PID = (100.000: 300.000)  x 100% = 33,33%

Perhitungan denda :
PID berada pada kisaran di atas 20% s.d. 40% sehingga dikenai denda sebesar 200% dari BMSDB.
Denda = 200% x BMSDB = 200% x Rp 100.000,00 = Rp 200.000,00
Jadi importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 200.000,00. (dua ratus ribu rupiah).

LAIN-LAIN

Terhadap pelanggaran yang dikenai sanksi administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase dari bea masuk, dalam hal tarif atau tarif akhir bea masuk atas barang yang berkaitan dengan pelanggaran tersebut besarnya 0% (nol persen), dikenai sanksi adminstrasi berupa denda sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Terhadap pelanggaran yang ditemukan berdasarkan hasil audit yang dikenai denda dalam Pasal 10A ayat(8), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang, dikenai denda 1 (satu) kali.

=========================================

Cek Pasal Sanksi Administrasi Kepabeanan
Pelanggaran :
=========================================
PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008
Undang-Undang No 17 Tahun 2006

1 komentar:

Popular Posts