Sore itu tanggal 22 Agustus 2012
selepas solat ashar, saya, Bapak dan kedua adik saya berangkat ke makam Kakek.
Ini adalah kali pertama saya diajak sama Bapak untuk ziarah ke makam Kakek
kandung saya, biasanya hanya ziarah ke makam Kakek sambung Bapak yang memang
letaknya satu kampung dengan tempat tinggal saya.
Jaraknya lumayan jauh, kira-kira 8 kilo dari tempat tinggal saya, tepatnya di desa Karang Asem, kelurahan Galuh Timur kecamatan Tonjong. Setelah sampai di makam, seperti biasa Bapak langsung memimpin tahlil dan doa-doa almatsurat, kami pun mengikuti dan mengamininya. Sesaat saya mengamati suasana makam yang menurut saya memang jarang sekali saya lihat. Makam Kakek hanya seorang diri, tanpa ada makam-makam lainnya. Tempatnya pun bukan di pemakaman umum, melainkan tepat di pinggir rel kereta api bahkan tak jauh dari makam terdapat papan bertuliskan “Tanah milik PT KAI”. Sebuah keadaan yang membuat saya menyimpan banyak pertanyaan.
Tahlil dan pembacaan doa almatsurat pun selesai dilaksanakan. Bapak bergegas dan mengajak kami ke rumah orang yang diamanati Bapak untuk merawat makam Kakek. Tak jauh dari pemakaman kakek, kami pun datang ke tempat Bapak Tomat sambil membawa bingkisan yang telah dipersiapkan Bapak. Kebetulan pada saat itu Bapak Tomat sedang mempunyai hajatan pernikahan putranya. Bapak Tomat adalah pensiunan pegawai PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang dahulu menjaga rel disekitar desa tersebut.
Perbincangan pun dimulai, diawali
dengan perkenalan bersama Bapak Tomat dan kedatangan kakak Bapak Tomat bernama
Haji Syahroni yang berumur 76 tahun.
PENCULIKAN ANGGOTA DARUL ISLAM
(DI TII)
Pada sebuah malam di bulan
Ramadhan kurang lebih 62 tahun yang lalu, tepatnya di sebuah desa kecil bernama
desa Benda, kecamatan Sirampog, kabupaten Brebes. Telah terjadi penculikan terhadap dua orang
ustad yang juga hafiz al quran. Penculikan terjadi kala mereka sedang
memberikan ceramah pada santri-santri di Pondok Pesantren Al Hikmah Benda.
Kedua ustad tersebut bernama ustad Tabroni dan Turmudi.
Ustad Tabroni adalah seorang ustad yang memiliki 3 orang istri dan 5 orang anak serta 1 orang calon anak yang sedang dikandung oleh istri mudanya bernama Asyiah. Sedangkan ustad Turmudi juga merupakan seorang ustad asli dari desa Benda.
Keduanya diculik oleh tentara
Brawijaya, setelah mereka mendapatkan informasi dari seorang anggota OPR (atau
sering disebut “Handra”, pada zamannya) bernama Bapak Zein. Bapak Zein menuduh
bahwa ustad Tabroni dan Turmudi adalah penyokong gerakan politik Darul Isam
(DI), dimana gerakan tersebut berencana untuk membangun Negara Indonesia
menjadi Negara berlandaskan teokrasi islam. Tanpa konfirmasi dan bukti yang nyata
kedua ustad tersebut diculik dan tidak ada seorang pun yang tahu pada saat itu
kemana mereka dibawa.
Konon OPR tersebut paling
ditakuti di desa Benda pada zamannya. Bahkan saking ditakutinya, orang-orang
yang dimintai tolong sama beliau pasti akan menurutinya. Lain halnya dengan
kedua ustad tersebut, mereka tidak menuruti apa yang Bapak Zein inginkan,
sehingga kedua ustad tersebut dituduh sebagai penyokong DI tanpa bukti yang
nyata.
SEBUAH PENANTIAN PANJANG
MENEMUKAN SOSOK BAPAK
Beberapa bulan sejak kejadian
tersebut, Nyonya Asyiah melahirkan anak ustad Tabroni. Beliau terlahir tanpa
seorang Bapak. Karena sampai dengan kelahirnnya, sang ustad pun tak kunjung
pulang. Bahkan tersiar kabar bahwa kedua ustad tersebut dibunuh oleh tentara
Brawijaya di sebuah desa yang juga merupakan markas tentara Brawijaya. Anak
tersebut dinamai Mahfud Yazid.
Dalam perjalanan hidupnya, Mahfud
Yazid mendapatkan Bapak sambung bernama ustad Masyrab, dan diberikan saudara
seibu sebanyak 6 orang. Nyonya Asyiah menikah kembali karena ustad Tabroni tak
kunjung pulang dan sudah dipastikan meninggal dunia.
Nyonya Asyiah memang seorang
pendisiplin dan berpendirian keras, ditangan beliau Mahfud Yazid bisa
menamatkan sekolah sampai dengan tingkat Madrasah Aliyah. Setelah tamat, Mahfud
Yazid mencoba merantau ke Jakarta dengan berjualan Es Skoteng, bersama teman
satu kampungnya demi untuk membiayai orang tua dan adik-adiknya. Namun usaha
merantaunya hanya berjalan beberapa tahun, Mahfud Yazid pun kembali ke kampung
halaman.
Tak lama dari kepulangannya, Mahfud Yazid berkenalan dengan ustad Asrori, seorang anak dari orang yang berada di desa tersebut bernama Haji Hasan. Mahfud Yazid diajak ke rumah Bapaknya, dan ternyata Bapaknya mengangkat Mahfud Yazid menjadi anak angkatnya, mungkin karena keibaannya terhadap kondisi keuangan keluarganya. Mahfud Yazid pun diasuh mereka sambil membantu dagangan-dagangan ustad Asrori.
Dalam hidupnya Mahfud Yazid
selalu merindukan Bapaknya. Walaupun tidak pernah melihat wajahnya, akan tetapi
kerinduan selalu terpancar dalam hatinya untuk menemukan sang Bapak walaupun
dalam keadaan meninggal. Kabar meninggalnya ustad Tabroni memang dibenarkan
oleh seorang kiyai bernama KH Ali Asyari, yang konon pada saat itu menjabat
sebagai lurah desa Benda.
Mahfud Yazid dinikahkan oleh
Bapak angkatnya dengan salah seorang gadis yang tak jauh dari rumah Bapak
angkatnya. Namun hal tersebut hanya berlangsung beberapa hari, karena ternyata
sang mertua perempuan tidak berkenan dengan keadaan ekonomi Mahfud Yazid yang
hanya seorang guru swasta di Pon Pes Al Hikmah. Sampai pada suatu saat Mahfud
Yazid dikenalkan kembali oleh kakak angkatnya dengan seorang gadis bernama
Ziyadah Sakinah, putri seorang pedagang beras di desa tersebut.
Dalam perjalanan rumah tangganya,
Mahfud Yazid dan Ziyadah Sakinah insya Alloh termasuk dalam orang yang
diberkahi oleh Alloh SWT. Bahkan tidak lama dari kelahiran anak pertamanya,
Mahfud Yazid dan istri menambah penghasilannya dengan membuka warung
kecil-kecilan yang dimanage oleh sang istri serta tambahan menarik ojek di
malam hari selepas mengajar dengan motor bututnya.
Keberkahan terus tercurahkan, sampai pada akhirnya dipanggil oleh Alloh SWT pada tahun 1989/1990 untuk memenuhi rukun islam yang ke 5 di Baitulloh. Mahfud Yazid beserta istri pun berangkat dan pulang dengan selamat, karena pada saat itu telah terjadi peristiwa terowongan mina yang menewaskan ribuan orang. Pada saat melaksanakan ibadah haji, Mahfud Yazid secara tidak sengaja bertemu dengan seorang yang berangkat dari desa seberang. Beliau bernama Haji Wajri. Dan karena kebesaran Alloh lah, doa Mahfud Yazid untuk bertemu dengan sang Bapak mulai menemui titik terang. Haji Wajri bercerita tentang pengalaman saat kecilnya, ketika melihat dua orang ustad dari desa Benda yang ditembak oleh tentara Brawijaya didepan matanya. Kejadian tersebut juga disaksikan oleh seorang keamanaan desa “Bau” dan beberapa anak kecil salah satunya adalah Haji Syahroni yang kala itu sedang pulang sekolah, ketika duduk sebagai siswa Sekolah Rakyat (SR). Mahfud Yazid pun menangis dan bersujud kepada Nya karena jalan petunjuk yang diberikan.
PEMBUNUHAN DUA ORANG USTAD KARENA
FITNAH
Haji Syahroni yang kami temui
pada saat itu menceritakan kronologi kejadiaan sebenarnya. Pada desa tersebut
terdapat 3 orang tawanan, 2 ustad dan 1
orang santri yang tidak diketahui darimana asalnya. Sebelum pembunuhan itu terjadi,
anggota tentara Brawijaya menghubungi Bau untuk mengurus jenazah tersebut.
Datanglah seorang Bau dan
beberapa warga salah satunya bernama Haji Wajri. Ketika sampai ditepi rel,
tanpa panjang lebar tentara Brawijaya menembak 2 orang ustad di sebelah kanan
rel dan 1 orang santri di sebelah kiri rel. Ke 2 ustad tersebut tersungkur dan
seorang santri tersebut terjebur di selokan. Sekelompok tentara tersebut
meninggalkan mayat begitu saja dan menyerahkannya ke Bau. Kejadian tersebut
membuat orang yang melihatnya ketakutan dan sekaligus sedih. Mereka berinisitif
mengubur ketiganya, dengan membuat lubang seadanya (konon tidak terlalu dalam).
Seorang santri di kubur di selokan tersebut, sedangkan dua orang ustad di kubur
dalam satu liang lahat.
MAKAM DUA KALI BERSINAR
Bapak Tomat bercerita bahwa makam
tersebut pernah dua kali diperbaiki karena batu nisan (tenger) yang memang
dibuat secara sederhana hilang karena tertimbun tanah. Berdasarkan penuturan
seorang warga yang menyewa tanah di area tanah milik PT KAI tersebut, telah dua
kali melihat sinar diatas makam tersebut. Saya tidak tahu apa pertanda
tersebut, tapi saya yakin bahwa kedua ustad dan seorang santri tersebut insya
Alloh masuk kedalam surganya Alloh, karena tergolong mati syahid.
KELUARGA BAHAGIA
Kini Mahfud Yazid telah
dikaruniai 6 orang anak, 2 diantaranya meninggal saat masih bayi. Saya adalah
anak ketiga dari pasangan Mahfud Yazid dan Ziyadah Sakinah dan telah menikahi cicit dari Bapak angkat Mahfud Yazid bernama Vicky Urwatun Wutsqo. Kebanggan saya
rasakan karena telah menjadi anggota dari keluarga mereka, Alhamdulillah.
==
Tulisan ini adalah sebuah cerita
yang saya terima dari berbagai sumber. Saya kaitkan menjadi satu dengan tujuan
untuk menjadi kenangan atau sejarah bagi keluarga kami. Tidak ada niat dan maksud apa
pun dalam tulisan ini, hanya ibrah kebaikan yang saya harapkan tercurah kepada diri dan pembaca
cerita ini.
Tidak ada komentar:
PERHATIAN: Jangan meninggalkan komentar SPAM di sini! Silahkan gunakan kotak komentar untuk bertanya atau diskusi terkait materi yang ditulis.
Posting Komentar